Observation dan Planetarium yang Ada di Indonesia

Kini, Astronomi sudah semakin maju dengan berbagai macam teknologi yang dihasilkannya. Sangat jauh berbeda dengan zaman dulu tentunya. Astronomi merupakan cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang hingga galaksi, serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi seperti radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik (CMB).

[x] Tutup
Iklan Sponsor

Dapat dikatakan, Ilmu Astronomi merupakan salah satu ilmu yang telah dikenal sejak lama dalam peradaban manusia. Menariknya, ilmu astronomi baru dikenal secara formal sejak abad 17 ketika Galileo menjadi salah satu orang pertama yang mengamati angkasa menggunakan teleskop sederhana. Sejak saat itulah ilmu astronomi mulai berkembang, pengamatan bintang tidak lagi menggunakan teleskop sederhana melainkan menggunakan teleskop raksasa yang terdapat di observatorium.

Observatorium dan Planetarium di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki observatorium. Sebagai negara yang dahulu diduduki oleh bangsa eropa, Indonesia sedikit banyak mengalami perpindahan pengetahuan dari para ilmuwan eropa kala itu. Selain observatorium, sarana edukasi angkasa yang dibangun adalah planetarium yang menjadi wahana edukasi mengenal lokasi bintang-bintang di angkasa.

Planetarium dan Observatorium berperan penting dalam tingkat kemajuan ilmu pengetahuan di bidang astronomi. Diketahui Planetarium merupakan tempat memperagakan simulasi pergerakan susunan bintang dan benda langit. Sementara itu Observatorium adalah tempat yang dilengkapi perlengkapan untuk melihat dan mengamati langit. Lantas, di mana saja Observatorium dan Planetarium yang ada di Indonesia?

1. Observatorium Bosscha

Observatorium Bosscha terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Observatorium ini merupakan observatorium yang pertama dimiliki Indonesia karena peninggalan bangsa Belanda. Mengutip dari laman resminya, Observatorium Bosscha dulu dikenal sebagai Bosscha Sterrenwacht yang dibangun atas inisiasi Karel Albert Rudolf (K.A.R.) Bosscha. Dibantu oleh saudara, R.A. Kerkhoven dan seorang astronom Hindia Belanda, Joan George Erardus Gijsbertus Voûte. 

Melansir dari laman Cagar Budaya Kemendikbud, persiapan pembangunan Observatorium Bosscha dimulai pada tahun 1920-1923. Pembangunannya sendiri dilakukan pada tahun 1923 dengan Wolff Schoemaker sebagai arsiteknya. Sementara itu, pondasi bangunannya dibangun oleh De Hollandsche Beton Maatschappij. Dalam proses pembangunan, Bosscha mendapatkan bantuan dari pemilik perusahaan susu “Baroe Adjak”, Ursone Bersaudara, berupa tanah seluas 6 hektar di daerah Lembang. 

Pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV secara resmi menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Oleh pemerintah Republik Indonesia, observatorium ‘dititipkan’ untuk menjadi bagian dari FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) Universitas Indonesia yang kemudian menjadi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung.

Bersamaan dengan itu, dimulailah secara resmi pendidikan tersier astronomi di Indonesia. Observatorium Bosscha juga masih merupakan observatorium astronomi terbesar di Indonesia, dengan kontribusi dalam penelitian dan pendidikan astronomi yang signifikan di Asia Tenggara.

Observatorium Bosscha memiliki tiga fasilitas penunjang yang utama, yang memiliki peran tersendiri untuk melengkapi keperluan penelitian maupun pembelajaran di Observatorium Bosscha. Fasilitas tersebut yaitu perpustakaan yang berisi puluhan ribu koleksi buku dan publikasi terkait astronomi, bengkel teknik dengan kelengkapan instrumennya sering dijadikan ruang kerja untuk pengembangan instrumen pengamatan, dan Wisma Kerkhoven, yang difungsikan sebagai tempat singgah para tamu.

2. Planetarium dan Observatorium Jakarta 

Planetarium dan Observatorium Jakarta merupakan sebuah tempat wisata yang mengusung wisata edukasi dengan memberikan kita pengetahuan tentang perbintangan dan benda-benda langit. Observatorium sekaligus planetarium yang berfungsi sebagai wahana simulasi langit ini berdiri pada tahun 1964 di Jakarta. Tempat ini diprakarsai oleh Ir. Soekarno dan kemudian dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 1969. 

Keseruan pertama yang dapat dilakukan ketika berada di Planetarium Jakarta adalah dengan mengunjungi Teater Bintang. Teater ini memiliki layar berbentuk cembung yang melengkung seperti kubah. Di sini kita dapat menyaksikan sebuah tayangan atau film mengenai pembentukan tata surya, proses terjadinya gerhana matahari, gerhana bulan, dan masih banyak lagi hal-hal tentang  ilmu perbintangan yang dapat kamu temui di sini.

Keseruan yang kedua adalah kamu dapat mencoba mengamati bintang langit dengan menggunakan sebuah teleskop yang menjadi koleksi dari Planetarium Jakarta. Bukan hanya itu saja, karena kamu juga bisa menyaksikan beberapa benda-benda langit yang disajikan dengan sangat epik dan juga Instagramable banget.

Nah, hingga kini Planetarium Jakarta masih setia bertahan untuk melakukan tugas mulianya, loh. Yaitu dengan mendidik bangsanya menjadi bangsa yang melek ilmu, sesuai dengan cita-cita para Bapak Bangsanya dahulu. Pembenahan dan peningkatan senantiasa dilakukan. Teater bintang masih memainkan adegan pergerakan langit semu yang sesuai setiap waktunya, dengan monolog menarik yang tak lupa memberi cuplikan kisah-kisah tentang langit. 

3. Observatorium Jagad Raya Tenggarong

Observatorium sekaligus planetarium ini didirikan pada tahun 2002 di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Wahana ini menjadi objek wisata edukasi yang juga mampu mensimulasikan peta angkasa untuk para wisatawan sehingga Observatorium Jagad Raya Tenggarong menjadi lokasi planetarium ketiga yang dimiliki oleh Indonesia. 

Planetarium Jagad Raya Tenggarong diresmikan pada 16 April 2003 oleh Wakil Presiden RI ketika itu, Hamzah Haz. Pembangunan planetarium ini merupakan bagian dari program Gerbang Dayaku (Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai) yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Planetarium ini memiliki ruang pertunjukan, ruang pameran dengan 52 poster luar angkasa, dan fasilitas perpustakaan.

Planetarium ini menggunakan proyektor bintang Sky Master ZKP-3 produksi Carl-Zeiss Jerman sebagai proyektor utamanya. Selain proyektor utama, terdapat sembilan proyektor lain, yaitu delapan proyektor slide yang enam di antaranya memiliki kemampuan allsky projection dan sebuah proyektor meteor. Ruang pertunjukan di planetarium ini berada di lantai dua dengan kapasitas maksimal 92 tempat duduk. Ruangan ini berbentuk kubah dengan diameter 11 meter.

Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa tempat ini merupakan sarana wisata pendidikan untuk menikmati keindahan dunia semesta berupa bintang-bintang, planet dan objek-objek langit lainnya. Planetarium ini merupakan tempat Teater Bintang atau teater dunia, karena dapat menampakkan pokok dunia semesta serta yang dibangunnya.

4. Planetarium-Taman Pintar Yogyakarta 

Planetarium yang berada di Taman Pintar Yogyakarta didirikan pada tahun 2012, dan resmi menjadi observatorium keempat di Indonesia. Planetarium Taman Pintar, memiliki keistimewaan yaitu penggunaan proyektor digital untuk memperagakan benda-benda langit. Dalam setiap pertunjukan, menampilkan simulasi suasana langit kota Yogyakarta pada malam hari serta berbagai macam benda angkasa dan susunan bintang yang tampak pada saat itu.

Pertunjukan dilanjutkan dengan pemutaran film tentang perjalanan manusia di Bulan. Semua diproyeksikan pada media kubah berbentuk setengah lingkaran, dilengkapi dengan kursi penonton bersandaran yang bisa direbahkan, sehingga seluruh pertunjukan bisa dinikmati dengan nyaman.

Planetarium ini memiliki kapasitas kursi berjumlah 50 kursi, di mana bila kamu tertarik untuk melihat simulasi langit yang ditampilkan, kamu hanya perlu membayar Rp15 ribu untuk tiket masuknya, lho. Nah, kamu juga akan diajak untuk melihat kondisi langit Yogyakarta selama berada di dalam planetarium, di mana kamu bisa melihat perubahan warna langit yang berbeda dikarenakan polusi yang terjadi. 

5. Observatorium Timau 

Observatorium yang telah dibangun sejak 2017 ini diperkirakan akan memiliki teleskop terbesar di Asia Tenggara dengan diameter 3,8 meter. Observatorium ini berada di dalam wilayah Cagar Alam Gunung Timau, di mana kelestarian pada wilayah ini memiliki penjagaan yang ketat sehingga dapat meminimalisir polusi cahaya. 

Pada dasarnya begini. LAPAN sedang membangun Observatorium Nasional di Gunung Timau di Kupang. Programnya dimulai sejak 2015 mulai pembahasan, kemudian perizinan dan lain-lain. Kemudian 2017 mulai pembangunannya. Dan LAPAN mendapatkan anggaran multi-years (tahun ganda) itu sekitar Rp 340 miliar. Jadi, dengan teleskop yang besar ini, tentu peluang pengamatan objek-objek langit, objek redup di sekitar galaksi kita, maupun di luar galaksi kita jadi memungkinkan.

Tujuan pertama dari Observatorium Nasional adalah peningkatan kapasitas IPTEK Indonesia supaya berkelas dunia. Yang kedua, ini juga yang sangat penting, yaitu peningkatan atau pemberdayaan daerah wilayah timur Indonesia, dalam konteks pemerataan. Jadi, selama ini untuk pengembangan IPTEK itu terkesan hanya wilayah barat. Observatorium pun adanya di Bandung, Lembang. Kemudian perguruan tinggi juga banyaknya di wilayah barat Indonesia.

Nah, dengan adanya Observatorium Nasional Timau, kita akan turut serta memberdayakan dan meningkatkan kualitas SDM di wilayah timur Indonesia. Pasalnya, bukan hanya observatorium-nya yang dibangun, namun juga ada pusat sains di wilayah Tilong di dekat Kupang. Ini untuk meningkatkan edukasi publik, jadi siswa mulai TK, SD, SMP, SMA dan mahasiswa itu bisa hadir di sana untuk belajar terkait dengan sains.

Nah, dengan adanya observatorium dan planetarium yang tersebar di seluruh Indonesia, bukankah kamu akan semakin dapat mengenal lebih tentang benda langit ataupun fenomena langit yang telah terjadi? Dari lima observatorium di atas, lokasi mana nih yang paling kamu suka?

Dapat kita simpulkan dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, bahwa pembangunan Planetarium dan Observatorium di Indonesia bisa menjadi sarana edukasi untuk memenuhi kebutuhan akan minat dan keingintahuan masyarakat akan ilmu astronomi di masa yang akan datang dan dapat menjadi ikon serta dapat memajukan perekonomian kota. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *