Fakta Menarik dari Permainan Tertua di Dunia yang Berasal dari Timur Tengah

Di Indonesia, keberagaman permainan tradisional mencakup berbagai jenis, dan salah satu yang menarik perhatian adalah congklak. Meskipun awalnya dianggap sebagai permainan yang lebih digemari oleh anak perempuan, seiring berjalannya waktu, anak laki-laki pun turut merasakan keseruan permainan ini.

[x] Tutup
Iklan Sponsor

Pada masa lampau, congklak memiliki variasi alat bermain yang berbeda, tergantung pada golongan sosial pemainnya. Golongan istana atau bangsawan memainkannya di atas papan berukir mewah, sementara golongan rakyat biasa cenderung bermain dengan cara yang lebih sederhana, yakni melubangi tanah dan menggunakan biji-bijian sebagai media permainan. Menariknya, perbedaan ini mencerminkan stratifikasi sosial pada zamannya. Namun, congklak tidak hanya mencuri perhatian karena variasi alat bermainnya. Berikut adalah beberapa fakta menarik dari permainan tradisi Congklak:

1. Memiliki Banyak Sebutan Nama

Fakta menarik pertama tentang congklak adalah keragaman sebutan atau nama yang melekat padanya. Meskipun umumnya dikenal sebagai congklak, namun di berbagai wilayah di Indonesia, permainan ini memiliki beragam sebutan yang mencerminkan kekayaan budaya setempat.

Pada umumnya, sebutan “congklak” lebih umum digunakan di wilayah Sumatra dan Jawa. Namun, di Jawa sendiri, terdapat variasi nama lain yang sering digunakan, yakni “dakon” atau “dakonan”. Selain itu, di Lampung, permainan ini dikenal dengan nama “dentuman lamban”. Sementara di Sulawesi, congklak memiliki beberapa sebutan seperti “makaotan”, “maggaleceng”, “anggalacang”, dan “nogarata”. Keragaman nama ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya warisan budaya di Indonesia yang tercermin dalam permainan tradisional ini.

2. Rupanya Berasal dari Timur Tengah

Permainan congklak, yang begitu terkenal di Indonesia, ternyata memiliki akar yang berasal dari wilayah Timur Tengah. Sejarah congklak mencatat bahwa permainan ini mulai berkembang di wilayah Asia, terutama di wilayah Melayu, karena dibawa oleh bangsa Arab. Kehadiran Bangsa Arab di kawasan ini tidak hanya membawa aspek perdagangan dan dakwah, tetapi juga menyumbangkan keberagaman budaya, termasuk permainan tradisional seperti congklak.

Para pedagang dan penerus bangsa Arab ini tidak hanya berfokus pada urusan dagang atau penyampaian ajaran agama, namun juga turut memperkenalkan permainan congklak kepada anak-anak setempat. Oleh sebab itu, congklak menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan tradisi anak-anak di wilayah ini. Menariknya, para ahli meyakini bahwa congklak adalah salah satu permainan tertua di dunia, mengukir jejak sejarah yang panjang dalam dunia hiburan tradisional.

3. Bagaimana Caranya Bermain?

Tata cara bermain congklak melibatkan dua pemain yang duduk berhadapan, menggunakan papan berukuran sekitar 40-50 sentimeter yang terbuat dari kayu atau plastik. Pada papan tersebut terdapat 14 lubang kecil yang saling berhadapan, serta dua lubang besar di kedua sisi, yaitu kanan dan kiri. Masing-masing pemain memiliki tujuh lubang kecil dan satu lubang besar yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan.

Pertandingan dimulai dengan mengisi setiap lubang kecil dengan lima hingga tujuh biji kerang atau sawo, sementara lubang besar dibiarkan kosong. Lubang besar ini berperan sebagai tempat penyimpanan biji pemain. Cara bermainnya cukup sederhana, dimulai dengan pemain secara bergantian memilih satu lubang kecil yang menjadi miliknya. Biji pada lubang tersebut kemudian dipindahkan satu per satu ke lubang lain searah jarum jam, hingga biji dalam genggaman habis.

Permainan berlangsung hingga semua biji di lubang kecil kosong, dan berpindah ke lubang besar pemain masing-masing. Pemenangnya ditentukan berdasarkan jumlah biji terbanyak yang berhasil disimpan di lubang besar pemain tersebut. Tata cara ini memberikan keseruan dan tantangan strategis bagi para pemain congklak.

4. Memiliki Filosofi Sederhana

Permainan congklak tidak hanya menawarkan keseruan dalam strategi dan taktik, tetapi juga menyimpan filosofi sederhana yang dapat diambil sebagai pelajaran hidup. Dalam struktur permainan, tujuh lubang yang dimiliki setiap pemain memiliki makna yang mendalam sebagai representasi dari jumlah hari dalam satu minggu.

Filosofi tersebut mengajarkan bahwa setiap orang memiliki jatah waktu yang sama dalam satu minggu, yakni tujuh hari. Sebagai biji diambil dari satu lubang dan diisi ke lubang lain, terkandung makna bahwa setiap hari yang dijalani akan memengaruhi hari-hari selanjutnya. Ini mencerminkan pentingnya pengaruh setiap tindakan yang diambil dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih jauh lagi, konsep mengambil biji dan mengisi lubang lainnya mengandung pesan filosofis bahwa hidup haruslah seimbang, melibatkan proses memberi dan menerima. Hal ini mengajarkan nilai-nilai saling memberi dukungan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan, di mana tidak hanya tentang memberi atau menerima, tetapi juga tentang harmoni dalam interaksi dengan lingkungan sekitar. Filosofi sederhana ini membuat permainan congklak tidak hanya menyenangkan secara fisik, tetapi juga merangsang pemikiran filosofis yang mendalam.

5. Melatih Kejujuran dan Kesabaran

Permainan congklak bukan hanya sekadar hiburan semata, melainkan juga menjadi wadah yang efektif untuk melatih nilai-nilai seperti kejujuran dan kesabaran. Dalam konteks kejujuran, setiap pemain dihadapkan pada tanggung jawab untuk mengambil biji dari satu lubang dan menjatuhkannya ke lubang lainnya dengan tepat. Ukuran biji yang kecil menambah tingkat kesulitan bagi pemain lawan untuk mengamati jumlah biji yang diambil dan dijatuhkan, sehingga kejujuran dalam permainan menjadi suatu hal yang ditekankan.

Tak hanya kejujuran, congklak juga menyediakan latihan kesabaran bagi para pemainnya. Proses menunggu giliran main membutuhkan ketenangan dan kesabaran, sementara pemain lainnya sedang aktif bermain. Kesabaran ini menjadi kunci dalam menghargai waktu dan mengelola emosi, aspek penting dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, melalui permainan congklak, kita tidak hanya diberikan kesenangan dan tantangan strategi, tetapi juga kesempatan untuk membentuk karakter dengan nilai-nilai positif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *